Ini pertanyaan yang menggelitik saya, kenapa Golkar tidak mencalonkan Tantowy Yahya sebagai kandidatnya menjadi Cagub DKI? Padahal dilihat dari kiprahnya di Golkar Tantowy Yahya jauh lebih populer dari kader Golkar manapun, karena beliau adalah seorang selebritis yang namanya selalu dihubungkan dengan kesuksesan-kesuksesan dirinya sebagai pribadi yang ulet, elegant dan bersahaja. tapi ternya Golkar memang sangat mumpuni dalam hal berpolitik, dan juga jeli melihat suatu peluang.
Tantowy memang belum waktunya untuk dikedepankan, hal ini lebih disebabkan karena saat ini Jakarta tidak membutuhkan selebritis, tapi butuh gratis. Jakarta sudah kebanjiran artis, tapi belum kedatangan pemimpin yang humanis. Jakarta belum membutuhkan pemimpin yang sukses secara pribadi, tapi perlu pemimpin yang sukses mengembangkan masyarakatnya. Jakarta tidak butuh pemimpin yang punya nama tenar, tapi butuh pemimpin yang bekerja dengan benar. Akhirnya dari sekian banyak calon yang digadang-gadang, muncullah nama Alex Nurdin.
Kenapa pilihan jatuh ke Alex Nurdin?
Harus diakui Alex Nurdin adalah salah satu kader Golkar yang sukses, baik sebagai pemimpin daerah, maupun sebagai pemimpin seluruh gubernur se Sumatera. Ini artinya kapasitas pengalaman memimpin Alex Nurdin sudah seluas pulau Sumatera, bukan hanya Sumatera Selatan saja. Pembangunan-pembangunan sisa rencana Gubernur sebelumnya terus dilanjutkan oleh beliau hingga selesai dengan baik. tidak ada sisa rencana pembangunan dari pendahulunya yang dipetieskan, sekalipun yang bermasalah seperti Pelabuhan Tanjung Siapi-api. Daerah-daerah perkotaan yang rawan banjir sudah bisa diselesaikan dengan memasang mesin-mesin diesel untuk menyedot air di jalan dan dibuang ke anak-anak sungai, sehingga banjir dapat diatasi. hanya saja untuk bantaran sungai memang sulit dihindari banjirnya, karena namanya juga sungai pasti selalu menampung air. Lalu di beberapa daerah yang bupatinya berseberangan karena berbeda pandangan politik disebabkan partai politiknya juga berbeda memang masih banyak yang tidak menjalankan program beliau, hal ini dapat dimaklumi untuk kondisi perpolitikan saat ini yang cenderung ingin selalu menjatuhkan dengan cara-cara yang fair dan elegant.
Alex Nurdin termasuk pemimpin yang berjiwa besar, terbukti ketika anaknya dikalahkan saat pemilihan bupati Musi Banyuasin, beliau tetap legowo dan mendukung bupati terpilih serta melantiknya tanpa ditunda-tunda, seperti yang terjadi di daerah lain ketika calon yang didukungnya kalah langsung mencari cara supaya pelatikkan tidak terjadi atau tertunda. Atau mungkin juga beliau memang menghindari nepotisme, terbukti tidak terdapat kerabat beliau yang menduduki posisi-posisi strategis lainnya seperti yang terjadi di daerah lain, dimana misalnya seorang gubernur mendudukkan saudara-saudaranya, anak-anaknya, sepupu-sepupunya ataupun keponakan-keponakannya menjadi bupati, kepala dinas, kepala suatu instansi lainnya dan sebagainya. Paling yang dia lakukan adalah menempatkan orang yang menjadi team suksesnya dan itu sah-sah saja karena masih menyesuaikan antara jabatan dengan keahlian mereka, sehingga tidak terjadi sarjana agama yang mengepalai rumah sakit, atau sarjana pertanian yang menjadi kepala dinas agama dan lain-lain, seperti yang terjadi di daerah lain.
Demikian sedikit ulasan. semoga bermanfaat.
Zamhari Bustanul
http://regional.kompasiana.com/2012/05/01/kenapa-bukan-tantowy-yahya/